Playlist

Minggu, 10 April 2016

Hubungan Turki dan Israel memulih, angin segar bagi Palestina





Hubungan Turki dan Israel selalu berada di level kegamangan sejak peristiwa pembunuhan sembilan aktivis turki yang berusaha menembus blockade Israel dijalur Gaza dengan kapal Mavi Marmara, 2010 lalu. Turki mengecam tragedi tersebut dan sejak saat itu memutuskan hungan dengan Israel.



Kedua negara tersebut baru memulai pertemuan rahasia pada Desember 2015. Turki mengajukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Israel jika ingin hubungannya dengan Turki memulih. "Hubungan Turki dan Israel tidak akan dinormalkan sampai Israel menyadari tiga syarat yang kami ajukan," kata juru bicara kepresidenan Turki, Kalin. 



Apa sajakah syarat yang diajukan oleh Turki?

1.      Permintaan maaf atas pembunuhan di Mavi Marmara

2.      Kompensasi untuk keluarga aktivis yang terbunuh

3.      Israel harus mengakhiri blockade bagi warga palestina yang tinggal di Gaza

Syarat-syarat tersebut tentu menjadi pertimbangan yang berat untuk Israel sehingga butuh waktu untuk menjawabnya. Demi menjaga hubungan baiknya dengan Turki dan melanjutkan pertemuan sebelumnya, Jumat (8/4/2016) bertempat di Istanbul kedua negara tersebut mengadakan perundingan kembali untuk menindaklanjuti hubungan keduanya. Menurut pernyataan dari Kementrian Luar Negeri Turki, Sinirlioglu bertemu Joseph Ciechnover, utusan khusus Perdana Menteri Israel, serta pejabat Dewan Keamanan Nasional Israel Jendral Jacob Nagel di London. "Tim perunding telah mencapai kemajuan menuju finalisasi perjanjian untuk mempersempit perbedaan dan siap untuk melaksanakan perjanjian tersebut secepatnya," kata Sinirlioglu.

Apakah setelah pertemuan kedua ini syarat-syarat yang diajukan oleh Turki benar-benar akan terealisasi? Kita tunggu saja hasilnya, semoga segera terlaksana. Karena tentunya akan membawa angin segar bagi warga Palestina yang telah menunggu dibukannya kembali blockade jalur Gaza oleh Israel.

Pelajaran berharga dari kasus Sonya Depari



MEDAN NDONESIA-Peristiwa hebat ini terjadi pasca Ujian Nasional (UN) ketika Sonya Depari marah-marah karena mobil Honda Brio yang membawanya beserta teman-temannya diberhentikan Polisi lalu lintas di Jalan Sudirman dekat Hotel Polonia, hari Rabu (6/4/2016). Mobil tersebut dihentikan karena kap belakang mobilnya sengaja dibuka.

Sonya mengaku anak Irjen Arman Depari, Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) saat ditertibkan salah satu Polisi Wanita. Tak hanya itu, Sonya juga sempat memaki-maki Polwan yang bertugas tersebut.

Pada akhirnya, atas kejadian tersebut Sonya Depari harus membayar mahal semuanya. Video saat dia melakukan hal itu beredar luas di Internet. Tak sampai 2 x 24 jam, Sonya mulai menuai banyak sindiran, kecaman dan juga komentar. Ayah kandungnya langsung jatuh sakit mendengar kabar tersebut. Setelah dilarikan ke Rumah Sakit Mitra Sejati, nyawa ayah Sonya tak terselamatkan dan meninggal dunia. “Semalam saya sempat berkomunikasi dengan ibunya, dan ibunya berkata dia (Sonya) kondisinya ketakutan akibat pemberitaan dan bully di media sosial. Kondisi psikologinya terganggu,” kata Binsar, Kepala Sekolah SMA Methodist 1 Medan, Kamis (7/4/2016).

Apa yang terjadi pada Sonya, mungkin juga dialami oleh beberapa pelajar SMA yang lain yang baru saja menyelesaikan Ujian Nasional. Mereka yang terbebas dari Ujian Nasional akan merasa gembira dan merasa bersyukur karena telah melalui satu babak kehidupan. Akan tetapi kegembiraan itu sesaat berubah menjadi duka yang amat mendalam bagi Sonya.  Sebahagia apapun ketika berhasil melalui satu ujian jangan lekas membuat lupa dengan melanggar segala peraturan dan ketentuan yang ada apalagi sampai memaki dan membentak-bentak orang yang mempunyai niat baik seperti Polwan yang bertugas tersebut. Karena pada akhirnya, apa yang kita perbuat akan kembali kepada kita masing-masing.