Suatu hari Nabi Sulaiman as bertanya kepada
seekor semut, “Wahai semut! Berapa banyak engkau perolehi
rezeki dari Allah dalam waktu satu tahun?”
“Sebesar biji gandum,” jawabnya.
Kemudian,
Nabi Sulaiman memberi semut sebiji gandum lalu
memeliharanya dalam sebuah botol. Setelah genap satu
tahun, Sulaiman membuka botol untuk melihat nasib si
semut. Namun, didapatinya si semut hanya memakan
sebagian biji gandum itu.
“Mengapa engkau hanya memakan sebagian dan tidak menghabiskannya?” tanya Nabi Sulaiman.
“Dahulu
aku bertawakal dan pasrah diri kepada Allah,” jawab
si semut. “Dengan tawakal kepada-Nya aku yakin bahwa
Dia tidak akan melupakanku. Ketika aku berpasrah
kepadamu, aku tidak yakin apakah engkau akan ingat
kepadaku pada tahun berikutnya sehingga dapat memperoleh sebiji
gandum lagi atau engkau akan lupa kepadaku. Karena itu, aku
harus tinggalkan sebahagian sebagai bekal tahun
berikutnya.”
- Nabi Sulaiman, walaupun ia sangat kaya raya, namun kekayaannya adalah nisbi dan terbatas. Yang Maha Kaya secara mutlak hanyalah Allah SWT semata-mata. Nabi Sulaiman, meskipun sangat baik dan kasih, namun yang Maha Baik dan Maha Kasih dari seluruh pengasih hanyalah Allah SWT semata. Dalam diri Nabi Sulaiman tersimpan sifat terbatas dan kenisbian yang tidak dapat dipisahkan; sementara dalam Zat Allah sifat mutlak dan absolut.
- Bagaimanapun kayanya Nabi Sulaiman, dia tetap manusia biasa yang tidak boleh sepenuhnya dijadikan tempat bergantung. Bagaimana kasihnya Nabi Sulaiman, dia adalah manusia biasa yang menyimpan kedaifan-kedaifannya tersendiri. Hal itu diketahui oleh semut Nabi Sulaiman. Kerana itu, dia masih tidak percaya kepada janji Nabi Sulaiman ke atasnya. Bukan karena khawatir Nabi Sulaiman akan ingkar janji, namun khawatir Nabi Sulaiman tidak mampu memenuhinya lantaran sifat manusiawinya. Tawakal atau berpasrah diri bulat-bulat hanyalah kepada Allah SWT semata, bukan kepada manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar